ETIKA DALAM DUNIA TEKNIK
1.
ETIKA DAN
MORALITAS
Etika tidak terlepas
dari pilihan
dan isu-isu moral yang berkaitan dengan kaidah benar versus salah, baik versus
buruk. Implikasi etika dan moral banyak muncul disetiap kondisi baik masyarakat
dan dunia pekerjaan. Jadi etika merupakan standar moral perilaku benar dan
salah. Etika seseorang tercermin dalam perilaku menyikapi lingkungan sesuai
dengan norma masyarakat yang berlaku.
Etika dapat
dipertimbangkan sebagai suatu batasan yang diterima terhadap suatu nilai moral
dan dilandasi dengan kepercayaan, tanggung jawab dan integritas yang menjadi
bagian dari sistem nilai sosial masyarakat.
Dalam dunia kerja,
standar etika berbeda dari nilai dasar dari satu organisasi dengan organisasi
lain. Standar etika dapat menjadi acuan yang benar bagi organisasi yang serius
ingin membangun. Standar etika dapat menjadi nilai dan kepercayaan bagi
organisasi lain serta sebagai pedoman bagi perilaku anggota organisasi. Standar
etika merupakan tanggung jawab dari pimpinan manajemen untuk melihat bahwa standar
ini akan menentukan nilai benar atau nilai salah. Nilai etika ditentukan
melakukan sesuatu yang benar. Dalam suatu organisasi perusahaan, maka perilaku
karyawan, pelanggan serta pimpinan akan ditentukan oleh nilai etika sebagai
suatu integritas. Hasil survei menunjukkan bahwa integritas sama pentingnya
dengan kentungan perusahaan.
Berkaitan dengan
etika dan moral dalam bekerja, beberapa pakar berpendapat bahwa etika dalam
bekerja merupakan sikap yang diambil berdasarkan tanggung jawab moralnya yaitu:
(1) kerja keras, (2) efisiensi, (3) kerajinan, (4) tepat waktu, (5) prestasi,
(6) energetik, (7) kerja sama, (8) jujur, (9) loyal. Etika moral seseorang yang
jelas menggambarkan hal-hal yang bersifat normatif sebagai sikap kehendak yang
dituntut agar dikembangkan.
Dalam hal ini,
tanggungjawab merupakan salah satu komponen dalam etika kerja seseorang dalam
melakukan pekerjaan. Melalui tanggungjawab, seseorang memiliki kesadaran moral
untuk melaksanakan pekerjaan dengan baik dan benar. Salah satu bentuk tanggungjawab
seseorang dalam pelaksanaan etika kerja, selain pada diri sendiri juga pada
kelompok atau organisasi dimana dia bekerja
Etika dan moral
sebuah istilah umum yang seringkali didengar. Banyak yang beranggapan bahwa
etika dan moral merupakan kata yang memiliki makna serupa. Meskipun maksud dari
kedua kata tersebut mengerucut pada arah yang sama, namun pada esensinya kedua
kata ini memiliki perbedaan yang cukup mendasar.
1.1
Perbedaan Etika Dan Moralitas
Etika dan moral
merupakan istilah yang sering ditujukan untuk aktifitas atau sikap yang
berkaitan dengan nilai-nilai yang berlaku di masyarakat. Etika dan moral ini
bahkan menjadi landasan hukum bagi sikap dalam masyarakat tersebut. Lalu, apa
yang membedakan kedua kata tersebut ? Berikut adalah beberapa penjelasan
mengenai perbedaan moral dan etika.
a) Dari
Segi Pengertian
Etika
berasal dari bahasa Yunani, ethikos, yang berarti kebiasaan, adat atau watak.
Secara umum etika berarti aturan atau prinsip atau cara berpikir pada sebuah
kelompok tertentu yang menuntun tindakan
kelompok tersebut. Etika juga dikaitkan pada perilaku sebuah golongan
atau kelas tertentu yang menganut budaya tertentu pula. Bisa dibilang cakupan
etika ini hanya menjangkau pada sebuah kelompok tertentu. Seperti misalnya
etika yang dianut para profesional seperti dokter dan pengacara.
Sedangkan
moral berasal dari bahasa latin yaitu moralis. Arti istilah ini adalah
karakter, tata cara atau perilaku yang tepat. Bisa disimpulkan jika moral ini
merupakan penilaian terhadap suatu hal yang baik dan buruk. Keputusan baik dan
buruknya suatu hal ini merupakan kesepakatan bersama dalam sebuah masyarakat
atau kelompok tertentu. Dan landasan dalam penilaian tersebuta biasanya adalah
agama dan budaya yang dianut. Singkatnya, moral merupakan aturan untuk menjalani
kehidupan yang baik.
b) Dari
Segi Konsep Nilai
Etika
merupakan serangkaian peraturan yang dibuat atas dasar pemikiran dan penilaian
dari pemikiran pribadi tentang suatu hal yang baik dan benar. Aturan tersebut
kemudian diterima oleh masyarakat dan diikuti berdasarkan situasi dan waktu
tertentu. Bahkan terkadang ada etika yang tidak wajib diikuti oleh masyarakat.
Contoh kecilnya seperti table manner yang merupakan etika bagi sebagian
masyarakat sosial kelas atas, yang cenderung diabaikan oleh masyarakat menengah
ke bawah.
Sedangakan
moral merupakan nilai yang dianut dari norma masyarakat yang ada. Moral akan
menunjukkan hal yang benar dan salah secara umum. Seperti contohnya tentang
berbohong. Norma dalam masyarakat adalah tidak boleh berbohong, sehingga jika
individu atau kelompok melakukan kebohongan, maka nilai moralnya dipertanyakan
dan dianggap melakukan pelanggaran terhadap agama dan budaya.
c) Dari
segi Sumber Hukum
Dalam
etika, sumber yang menjadi rujukan adalah akal pikiran pribadi atau aturan dari
sebuah kelompok. Etika ini bisa menjadi sistem sosial dalam melakukan kegiatan
yang dapat diterima oleh masyarakat umum. Contohnya seperti kode etik yang
dianut oleh para dokter. Etika tersebut hanya berlaku di kalangan profesi
dokter dan tidak berpengaruh pada masyarakat luar. Karena itu terkadang ada
beberapa kode etik yang mungkin tidak sesuai dengan etika masyarakat umumnya,
namun merupakan kewajiban bagi dokter untuk mematuhinya.
Sedangkan
moral bersumber dari budaya dan agama yang dianut. Aturan dari budaya dan agama
itulah yang kemudian menjadi landasan dalam memilah perbuatan yang baik dan
buruk. Sama halnya dengan norma masyarakat yang ikut menentukan pula
nilai-nilai moral tersebut.
d) Dari
Segi Pengaplikasian Dalam Masyarakat
Etika
sendiri termasuk dalam ilmu filsafat untuk mempelajari hal-hal yang baik dan
buruk berdasarkan akal pikiran manusia. Karena itu etika yang berlaku dalam
masyarakat lebih bersifat filosofi berdasarkan pemahaman pribadi. Begitu pula
pada sebuah lembaga atau golongan profesional yang memiliki etika dari buah
pemikiran pribadi berdasarkan pemahaman yang dianutnya.
Dan
untuk pengaplikasian moral sendiri merupakan suatu bentuk kebiasaan yang memang
sudah sewajarnya ada. Masyarakat menerapkan moral dari budaya dan ajaran agama
yang mereka anut, sehingga menjadi suatu hal yang mereka terima dan mereka
patuhi hukum-hukumnya . Dengan begitu secara otomatis mereka pun sudah memahami
mana yang benar dan mana yang salah.
e) Dari
Segi Fleksibilitas Hukum
Hukum-hukum
pada etika biasanya bersifat konsisten dan terus menerus pada suatu golongan
kelompok atau kelas. Namun konsistensi hukum ini juga bisa bervariasi dengan
adanya perubahan masa atau pemikiran. Contohnya kode etik kedokteran yang
konsisten sama untuk semua dokter dan rumah sakit manapun.
Namun
konsistensi hukum ini bisa saja berubah dengan adanya perubahan zaman yang
diikuti pula dengan perubahan cara berpikir. Sehingga mungkin saja hukum etika
dokter yang lalu dirasa tidak sesuai lagi dengan konteks perubahan zaman dan
bisa diganti.
Berbeda
dengan moral yang cenderung lebih konsisten keberadaannya dalam masyarakat
tertentu. Namun bisa jadi hukum moral tersebut akan berbeda jika individu atau
masyarakatnya menganut budaya atau agama yang lain. Maka moral yang diyakini
pun mengikuti aturan budaya dan agama tersebut.
f) Dari
Segi Kecenderungan Konflik
Salah
satu hal yang cukup mencolok sebagai perbedaan moral dan etika adalah
kecenderungan konflik yang bisa dimunculkan oleh 2 hukum ini. Moral merupakan
nilai dalam masyarakat yang secara otomatis akan diikuti oleh beberapa etika
dalam proses pengaplikasiannya. Adanya moral maka otomatis ada etika pula.
Seperti moral menghormati orang yang lebih tua, dengan etikanya yaitu berkata
lemah lembut, tidak membantah dan penuh sikap hormat.
Namun
hal tersebut tidak berlaku pada etika. Ada kalanya etika malah bertentangan
dengan nilai moral. Sebagai contohnya pada profesi pengacara. Jika dilihat dari
sisi moral, maka penjahat harus dihukum atas segala perbuatan yang
dilakukannya. Namun etika pengacara mengharuskan untuk memberikan pembelaan
kepada siapapun yang meminta atau membutuhkannya.
Karena
itu, dalam hal ini individu/kelompok bisa saja memiliki etika namun mungkin
tidak mempunyai moral sama sekali. Tapi bisa juga melanggar etika untuk
menegakkan nilai moral yang diyakini. Sedangkan individu yang memiliki moral
bisa saja mengikuti etika jika sesuai dengan kondisi dan sejalan dengan nilai
moral yang dianutnya.
1.2
Etika Dan Moral Dalam Pembelajaran
Berbicara
tentang etika dan moral dalam pembelajaran adalah berbicara tentang proses pembelajaran yang menjunjung tinggi nilai-nilai etika dan moral.
Ada kalanya etika dan moral ini terkait dengan sikap dan perilaku guru atau
dosen (pendidik) dan ada kalanya terkait dengan sikap dan perilaku siswa atau mahasiswa (peserta
didik). Karena itu dalam tulisan ini akan diuraikan bagaimana etika dan moral
yang harus dimiliki oleh peserta didik dan juga etika dan moral yang harus
dimiliki oleh pendidik dalam proses pembelajaran baik di sekolah (kampus)
maupun di luar sekolah (kampus).
1) Etika Dan Moral Peserta Didik
Ada beberapa alasan mengapa peserta didik harus menjunjung tinggi
nilai-nilai etika (karakter) ketika berinteraksi dengan dosennya. Dosen memiliki kedudukan
yang istimewa bagi semua orang yang berada dalam proses pendidikan, di
antaranya adalah:
a)
Dosen adalah orang yang mulia, karena dia memiliki kepandaian (ilmu) dan
mengajarkan serta mendidik manusia dengan kepandaiannya itu.
b)
Dosen sangat besar jasanya kepada manusia, karena dialah yang memberikan
ilmu. Dengan ilmu ini manusia menjadi terhormat dan beradab. Dengan ilmu juga
manusia dapat menguasai alam semesta ini. Ilmulah yang dapat mengantarkan
manusia menjadi makhluk yang paling berharga di dunia ini.
c) Dosen biasanya lebih tua usianya dari siswanya, sehingga sudah sepatutnya
siswa yang muda usianya menghormati Dosennya. Seandainya usia dosen lebih muda dari mahasiswanya, maka tetap saja bagi mahasiswa untuk menghormati Dosennya, bukan karena
usianya, tetapi karena ilmunya.
Karena begitu besarnya jasa dosen kepada manusia, maka sudah seharusnya manusia berbuat baik kepada dosennya dengan cara
seperti berikut:
A. Berperilaku sopan terhadap dosen baik dalam bentuk
ucapan maupun tingkah laku.
B. Memperhatikan pelajaran dan
pendidikan yang diberikan dosen baik di kelas maupun di luar kelas serta berusaha untuk menguasainya.
C. Menaati dan melaksanakan semua
yang diperintahkan oleh dosen.
D. Mengamalkan ilmu yang diajarkan dosen.
E. Jangan berperilaku tidak sopan kepada dosen, apalagi berbuat
kasar kepadanya.
F. Jangan mempersulit dosen dengan berbagai pertanyaan
yang memang bukan bidangnya, apalagi dengan sengaja meremehkan dan merendahkan dosen di hadapan orang
lain.
G. Jangan membicarakan kekurangan dosen di hadapan orang
lain.
2) Etika Dan Moral Pendidik
Dosen (pendidik) merupakan
salah satu komponen penting dalam proses pembelajaran, karena dosen merupakan ujung
tombak yang berhubungan langsung dengan mahasiswa sebagai subjek dan objek belajar. Sebaik
apa pun kurikulum yang digunakan dan ditunjang oleh sarana dan prasarana yang
lengkap, tanpa diimbangi dengan kemampuan dosen dalam mengimplementasikannya, maka semuanya akan kurang
bermakna. Di sinilah dosen memiliki peran sentral dalam keberhasilan proses pembelajaran.
Di samping peran di atas, masih banyak peran dosen yang lain dan juga
berpengaruh dalam suksesnya proses pembelajaran yang dilakukan, yaitu:
a. Sebagai sumber belajar.
Dalam hal ini dosen harus memiliki penguasaan yang baik dan mendalam terhadap materi
pembelajaran.
b. Sebagai fasilitator.
Melalui peran ini dosen harus memberikan pelayanan yang memudahkan mahasiswa dalam mengikuti
proses pembelajaran.
c. Sebagai pengelola.
Dengan peran ini dosen harus mampu menciptakan iklim belajar yang memungkinkan mahasiswa dapat mengikuti
proses pembelajaran secara nyaman. sebagai pengelola (manajer) dosen harus memiliki
kemampuan yang baik untuk merencanakan, mengorganisasi, memimpin, dan mengawasi
proses pembelajaran.
d. Sebagai demonstrator.
Yang dimaksud dengan peran demonstrator di sini adalah peran dosen untuk
mempertunjukkan kepada mahasiswa segala sesuatu dapat membuat mahasiswa lebih mengerti dan memahami setiap pesan
yang disampaikan sekaligus menunjukkan sikap dan perilaku terpuji di hadapan mahasiswa.
e. Sebagai pembimbing.
Dosen, dengan peran ini, harus membimbing mahasiswa agar dapat menemukan berbagai potensi
yang dimilikinya sebagai bekal hidupnya, membimbing agar dapat mencapai dan
melaksanakan tugas-tugas perkembangannya sehingga ia dapat tumbuh dan
berkembang sebagai manusia ideal.
f. Sebagai motivator.
Dengan peran ini dosen dituntut agar dapat menumbuhkan dan meningkatkan motivasi mahasiswa agar belajar dan
mengikuti proses pembelajaran dengan baik.
g. Sebagai evaluator.
Dosen, di sini, berperan untuk mengumpulkan data atau informasi tentang
keberhasilan pembelajaran yang telah dilakukan.
2.
AGAMA DAN
MORALITAS
Agama dan moralitas
merupakan dua kata yang tidak asing di telinga kita. Dalam pemikiran populer
agama dan moralitas tidak terpisahkan, namun apa korelasi dari kedua hal
tersebut? Bagaimana kedua hal tersebut berpengaruh dalam kehidupan kita? Mari
kita coba membahas kedua hal tersebut secara lebih mendalam.
Dalam agama terdapat
aturan-aturan tentang bagaimana menjalani hidup di dunia ini baik hubungannya
dengan sesama manusia, manusia dan lingkungannya dan manusia dengan Tuhannya.
Namun, pada era sekarang ini banyak orang yang belum mengetahui bagaimana
pengertian agama yang sebenarnya.
2.1
Pengertian Agama Dan Moralitas
Secara etimologis,
dalam bahasa sansekerta, kata agama berasal dari kata gam yang berarti pergi.
Kemudian, dalam bahasa Indonesia diberi awalan dan akhiran “a” sehingga menjadi
kata agama yang berarti jalan. Denman demikian, kata agama berarti sebuah jalan
untuk mencapai kebahagiaan.
Istilah lain tentang
agama adalah religi atau religion atau religio. Kata religi berasal dari bahasa
latinya itu religare atau religere yang mempunyai arti terikat dan hati-hati.
Terikat disini maksudnya bahwa orang yang ber-religi atau ber-religare adalah orang
yang selalu merasa dirinya terikat dengan sesuatu yang dianggap suci. Sedangkan
hati-hati mempunyai maksud bahwa orang yang ber-religere adalah orang yang
selalu berhati-hati terhadap sesuatu hal yang dianggap suci, contoh : masjid
adalah tempat suci umat Islam.
Sementara itu moral
merujuk kepada nilai-nilai kemanusiaan. Moral berasal dari kata Mores yang
artinya adat atau cara hidup. Secara umum, moralitas merupakan sifat moral dari
suatu perbuatan, atau pandangan baik buruk nya kita tentang suatu perbuatan.
2.2
Hubungan Agama Dan Moralitas
Agama dan moralitas
itu tidak sama. Namun, nilai-nilai agama dan nilai-nilai kemanusiaan itu
sebetulnya tetap saling mengandaikan, saling memperkuat, dan mengembangkan satu
sama lain. Antara moralitas dan agama itu sama sekali tidak saling menafikan
dan meniadakan satu sama lain.
Ketika berbicara
tentang moral maka tidak akan bisa lepas dari agama, karena di dalam agama
terkandung nilai-nilai moral. Keith A. Robert mengatakan bahwa pada umumnya
individu penganut agama memandang agama sangat erat hubungannya dengan ajaran
moralitas sehari-hari. Moralitas dalam agama juga dipandang sebagai sesuatu
yang luhur, tatanan dalam kehidupan sosial yang dijadikan pedoman. Bisa
dibilang, agama melahirkan moral. Sehingga seseorang yang beragama dan
menjalankan ajaran agamanya dengan baik semestinya juga memiliki moral yang
baik. Berikut ini adalah salah satu contoh kasus agama dan moralitas yang ada
di masyasarakat.
“ Beberapa bulan yang lalu, dunia
berita nasional dihebohkan dengan kasus pembunuhan yang tak biasa, karena kasus
ini dilakukan oleh warga kepada salah seorang tukang servis alat-alat
elektronik yang dituduh mencuri sebuah amplifier yang ada di dalam masjid di
daerah bekasi dengan cara dianiaya kemudian di bakar hidup — hidup.”
Kasus ini mengajarkan
pada kita bahwa moral masyarakat di sekitar kita yang masih tergolong buruk,
karena bukannya menyerahkan kepada pihak yang berwajib justru menghakimi korban
yang notabenenya belum pasti mencuri secara sepihak dan dengan tindakan yang
brutal.
Lantas apakah yang
mendasari masyarakat tersebut tega membakar hidup-hidup korban yang sama sama
manusia dan belum tentu bersalah? Ya , kembali ke permasalahan yang mendasar
yakni keyakinan dalam beragama pada masing-masing pelaku penyiksaan tersebut,
dari tindakan yang dilakukan oleh mereka dapat diketahui bahwa tidak adanya
keimanan di dalam hati mereka sehingga mereka (pelaku) merasa paling benar dan
seolah menjadi pahlawan kesiangan yang menghakimi secara semena- mena padahal
Tuhan mengajarkan setiap manusia supaya berlaku baik antar sesama manusia,
tidak menuduh satu sama lain, dan tidak menyiksa sesama manusia hingga
menghilangkan nyawa.
Salah satu fungsi
dari agama adalah penanaman nilai moral dan memperkuat ketaatan terhadap nilai
moral yang ada. Oleh karena itu marilah kita berlomba-lomba dalam meningkatkan
keimanan kita kepada Tuhan yang Maha Esa karena hal itu adalah dasar dari
segala tindakan dan hanya dengan keimananlah seseorang bisa memiliki moral dan
perilaku yang baik.
3.
HUKUM DAN
MORALITAS
Hukum dan Moralitas itu berbeda. Norma-norma
moral berakar dalam batin manusia, sedangkan peraturan hukum menyangkut paksaan
yang diatur dalam negara harus dilaksanakan. Hukum mengarahkan kehidupan
bersama untuk mencapai kesejahteraan umum. Pemerintah bertindak sebagai
pengawas pelaksanaan hukum. Pancasila sebagai Dasar Negara dan UUD 1945 sebagai
konstitusi negara.
3.1
Perbedaan Hukum Dan Moralitas
Menurut
K.Bartens perbedaan hukum dan moralitas adalah sebagai berikut:
1.
Hukum lebih dikodifikasikan
(dibukukan dalam lembaran negara dan diundangkan atau diumumkan) daripada moralitas.
2.
Hukum membatasi diri pada tingkah
laku lahiriah, moral menyangkut sikap batin seseorang
3.
Sangsi hukum (dari luar &
dipaksakan) dan moral (dari dalam=hati nurani) berbeda.
4.
Hukum didasarkan kehendak
masyarakat yg akhirnya jadi kehendak negara, moral didasarkan norma-norma .
Sedangkan menurut Gunawan
Setiardja, perbedaan hukum dan
moralitas, yaitu:
1.
Hukum memiliki dasar yuridis,
moral dasarnya hukum alam.
2.
Hukum bersifat heteronom (dari
luar diri manusia), moral bersifat otonom (dari diri sendiri).
3.
Hukum secara lahiriah dapat
dipaksakan, moral secara lahiriah terutama batiniah tidak dapat dipaksakan.
4.
Sangsi hukum bersifat yuridis
(lahiriah), moral berbentuk sangsi kodrati (batiniah) = menyesal, malu dsb.
5.
Hukum mengatur kehidupan manusia
dalam negara, moral mengatur kehidupan manusia sebagai manusia.
6.
Hukum tergantung waktu dan tempat,
moral secara objektif tidak tergantung waktu dan tempat.
3.2
Hubungan Antara
Hukum Dan Moralitas
Dalam
konteks pengambilan keputusan hukum membuutuhkan moral, sebagaimana moral
membutuhkan hukum. Hukum dapat memilikikekuatan jika dijiwai oeleh moralitas.
Kualitas hukum terletak pada bobot moral yang menjiwainya.Tanpa moralitas,
hukum tampak kosong dan hampa. Oleh karena itu setiap upaya penegakan hukum di
Negara Indonesia yang memiliki dasar negara Pancasila harus benar-benar
dipertimbangkan dari sudut moralnya, dalam hal rasa keadilan masyarakat. Sebab
sesuatu yang menyangkut hukum dan keadilan memiliki dampak moralitas yang
sangat luas bagi masyarakat.
Dalam
kehidupan bermasyarakat tidak akan terlepas dari ikatan nilai-nilai, baik
nilai-nilai agama, moral, hukum, keindahan, dan sebagainya. Hubungan antara
hukum dan moralitas sangat erat sekali. Tujuan hukum ialah mengatur tata tertib
hidup bermasyarakat sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Sedangkan moral
bertujuan mengatur tingkah laku manusia sesuai dengan tuntutan nilai-nilai moral
yang berlaku di masyarakat.
Hukum
berisikan perintah dan larangan agar manusia tidak melanggar aturan-aturan
hukum baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Moral menuntut manusia untuk
bertingkah laku baik dan tidak melanggar nilai-nilai etika atau moral. Berbeda
dengan hukum, maka hakikat moralitas pertama-tama terletak dalam kegiatan batin
manusia. Moral berkaitan dengan masalah perbuatan manusia, pikiran serta
pendirian tentang apa yang baik dan apa yang tidak baik, mengenai apa yang
patut dan tida patut untuk dilakukan seseorang. Dikatakan moralnya baik apabila
sikap dan perbuatannya sesuai dengan pedoman sebagaimana digariskan oleh ajaran
Tuhan, hukum yang ditetapkan pemerintah serta kepentingan umum. Pelanggaran
terhadap norma hukum sekaligus juga melanggar norma moral. Karena itu bagi
pelanggar norma hukum akan mendapat dua sanksi sekaligus, yaitu sanksi hukum
dan sanksi moral. Sanksi hukum berupa hukuman sesuai dengan aturan-aturan yang
ditetapkan pemerintah. Sedangkan sanksi
moral berupa: (1) sanksi dari Tuhan, (2) sanksi pada diri sendiri, dan (3)
sanksi yang berasal dari keluarga atau masyarakat.
4.
ETIKA DALAM
BIDANG KETEKNIKAN
Etika sangat penting
dalam menyelesaikan suatu masalah dalam bidang keteknikan, sehingga bila suatu
profesi keteknikan tanpa etika akan terjadi penyimpangan-penyimpangan yang
mengakibatkan terjadinya ketidakadilan. Ketidakadilan yang dirasakan oleh orang
lain akan mengakibatkan kehilangan kepercayaan. Kehilangan kepercayaan
berdampak sangat buruk, karena kepercayaan merupakan suatu dasar atau landasan
yang dipakai dalam suatu pekerjaan.
Sebagai insinyur
untuk membantu pelaksana sebagai seseorang yang professional dibidang
keteknikan supaya tidak dapat merusak etika profesi diperlukan sarana untuk
mengatur profesi sebagai seorang professional dibidangnya berupa kode etik
profesi. Ada tiga hal pokok yang merupakan fungsi dari kode etik profesi
tersebut.
1. Kode etik profesi memberikan pedoman bagi setiap anggota profesi
tentang prinsip profesionalitas yang digariskan. Maksudnya bahwa dengan kode
etik profesi, pelaksana profesi mampu mengetahui suatu hal yang boleh dia
lakukan dan yang tidak boleh dilakukan
2. Kode etik profesi merupakan sarana kontrol sosial bagi masyarakat atas
profesi yang bersangkutan. Maksudnya bahwa etika profesi dapat memberikan suatu
pengetahuan kepada masyarakat agar juga dapat memahami arti pentingnya suatu
profesi, sehingga memungkinkan pengontrolan terhadap para pelaksana di lapangan
keja (kalanggan social).
3. Kode etik profesi mencegah campur tangan pihak diluar organisasi
profesi tentang hubungan etika dalam keanggotaan profesi. Arti tersebut dapat
dijelaskan bahwa para pelaksana profesi pada suatu instansi atau perusahaan
yang lain tidak boleh mencampuri pelaksanaan profesi di lain instansi atau perusahaan.
Tanggung jawab
profesi yang lebih spesifik seorang professional diantaranya:
a. Mencapai kualitas yang tinggi dan efektifitas baik dalam proses maupun
produk hasil kerja profesional.
b. Menjaga kompetensi sebagai profesional.
c. Mengetahui dan menghormati adanya hukum yang berhubungan dengan kerja
yang profesional.
d. Menghormati perjanjian, persetujuan, dan menunjukkan tanggung jawab.
Di Indonesia dalam hal kode etik telah diatur termasuk kode etik
sebagai seorang insinyur yang disebut kode etik insinyur Indonesia dalam “catur
karsa sapta dharma insinyur Indonesia. Dalam kode etik insinyur terdapat
prinsip-prinsip dasar yaitu:
1.
Mengutamakan keluhuran budi.
2. Menggunakan
pengetahuan dan kemampuannya untuk kepentingan
kesejahteraan umat manusia.
3. Bekerja secara
sungguh-sungguh untuk kepentingan masyarakat, sesuai dengan tugas dan tanggung
jawabnya.
4.
Meningkatkan kompetensi dan martabat berdasarkan keahlian profesional
keinsinyuran.
Tuntutan sikap yang
harus dijalankan oleh seorang insinyur yang menjunjung tinggi kode etik seorang
insinyur yang professional yaitu:
1. Insinyur
Indonesia senantiasa mengutamakan keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan
Masyarakat.
2.
Insinyur Indonesia senantiasa bekerja sesuai dengan kempetensinya.
3.
Insinyur Indinesia hanya menyatakan pendapat yang dapat dipertanggung jawabkan.
4. Insinyur
Indonesia senantiasa menghindari terjadinya pertentangan kepentingan dalam
tanggung jawab tugasnya.
5. Insinyur
Indonesia senantiasa membangun reputasi profesi berdasarkan kemampuan
masing-masing.
6. Insinyur
Indonesia senantiasa memegang teguh kehormatan, integritas dan martabat
profesi.
7.
Insinyur Indonesia senantiasa mengembangkan kemampuan profesionalnya.
Accreditation Board for Engineering and Technology (ABET) sendiri
secara spesifik memberikan persyaratan akreditasi yang menyatakan bahwa setiap
mahasiswa teknik (engineering) harus mengerti betul karakteristik etika profesi
keinsinyuran dan penerapannya. Dengan persyaratan ini, ABET menghendaki setiap
mahasiswa teknik harus betul-betul memahami etika profesi, kode etik profesi
dan permasalahan yang timbul diseputar profesi yang akan mereka tekuni
nantinya; sebelum mereka nantinya terlanjur melakukan kesalahan ataupun
melanggar etika profesi-nya. Langkah ini akan menempatkan etika profesi sebagai
“preventive ethics” yang akan menghindarkan segala macam tindakan yang memiliki
resiko dan konsekuensi yang serius dari penerapan keahlian profesional.